Ajang Mencintai Diri Sendiri yang Sering Salah Arti

Ajang Mencintai Diri Sendiri yang Sering Salah Arti

Masalah kesehatan mental menjadi penyakit No. 1 di tahun 2011, dan meningkat hingga 100% di masa pamdemi ini. berdasarkan research brief  di tahun 2020:55% penduduk mengalami gangguan kecemasan dan 58% mengalami gangguan depresi. Penduduk yang rentan akan kecemasan dan depresi adalah perempuan, penduduk usia muda (20-30 tahun), penduduk dengan pendidikan rendah, SMA atau kurang, penduduk yang mengalami PHK/dirumahkan/menganggur dan atau penurunan pendapatan dan penduduk yang berlokasi.

Sisi negatif pandemi ternyata berdampak besar terhadap kesehatan mental masyarakat Indonesia bahkan dunia.Disisi lain, hal ini menyebabkan tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental dan isu-isu seputar dunia Psikologi.

 Dapat dilihat dari banyak nya akun-akun edukasi yang membahas common mental disorder di berbagai media sosial, juga banyaknya webinar dan pelatihan-pelatihan yang ditujukan untuk mengedukasi masyarakat agar tetap stabil secara emosional di masa pandemi ini. Salah satu istilah yang paling sering menjadi perbincangan mahasiswi ketika membicarakan kesehatan mental adalah istilah self love atau cinta diri.

Self love menurut Khoshaba (2012) adalah kondisi ketika kita dapat menghargai diri sendiri dengan cara mengapresiasi diri saat kita mampu mengambil keputusan dalam perkembangan spritual, fisik, dan juga psikologis. Self love juga erat kaitannya dengan 4 hal penting lainnya, yakni self awareness (kesadaran diri), self worth (harga diri), self esteem (kepercayaan diri) , dan self care ( perawatan diri).

Mencintai diri sendiri yang benar adalah ketika kita mampu menghargai diri sendiri,memiliki citra diri yang positif sehingga mampu menerima diri sendiri dengan penuh syukur dan senantiasa memperbaikinya, menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang baik dan halal, serta melakukan kegiatan positif dan bermanfaat.

Namun pada prakteknya ada beberapa kesalahan yang dilakukan mahasiswi dalam mengapresiasi diri demi terwujudnya self love. Semenjak beredar nya self love, perilaku konsumtif mahasiswi justru meningkat, Self love hanya diidentikan dengan memberi reward atau hadiah pada diri sendiri setelah melakukan sesuatu yang cukup berat. Hadiah yang diberikan mahasiswi untuk diri sendiri pada umumnya berupa makanan pedas seperti seblak, cimol, memberi pakaian atau skincare, atau juga menonton drama Korea.

Self love mengalami pergeseran makna bahkan menjadi bias di lapangan, hadiah yang diberikan mahasiswi untuk pribadi cenderung tidak mencerminkan kecintaan pada diri sendiri. Mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, membeli barang tidak sesuai kebutuhan, dan juga melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat yang tidak menambah nilai di dalam diri. Kebanyakan mahasiswi mengaku cinta diri namun belum mempunyai kesadaran akan diri atau self awareness, sehingga, apa yang dilakukan untuk mewujudkan cinta terhadap diri menjadi kontradiksi dan kurang tepat. 


Oleh: Shelluha, Mahasiswi Prodi TP Angkatan 2020