KEBAHAGIAAN SEJATI ALA AL-GHAZALI DALAM KITAB KIMIYA'U SAADAH

KEBAHAGIAAN SEJATI ALA AL-GHAZALI DALAM KITAB KIMIYA'U SAADAH

Manusia diciptakan berbeda dengan malaikat, berbeda juga dengan binatang. Karena manusia memiliki khasnya tersendiri yaitu Ego. Bisa dikatakan bahwa Ego termasuk sikap dasar manusia, di mana setiap manusia akan terus melakukan segala hal untuk memenuhi keinginannya ketika merasa belum puas.  Senada, Allah SWT telah memerintahkan umat manusia didalam Al-Qur'an Surat Al-A'raf ayat 31 yang artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki Masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Selain Ego, ada juga penghalang bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan yakni, Nafsu. Nafsu memiliki tiga tingkatan yaitu: pertama, Nafs al-ammarah (Nafsu yang berasal dari bisikan setan dan mengarah pada perbuatan tercela), Nafs al-Lawwamah (Nafsu yang berada diposisi tengah jiwa dan sudah mampu mengendalikan nafsu dari perbuatan tercela), terakhir Nafs al-Muthmainah (jiwa yang tenang). Dari ketiga tingkatan Nafs tersebut, Nafs al-Muthmainah hanya dapat dicapai oleh orang-orang yang istiqomah mengendalikan hawa nafsunya.

Lalu, bagaimana dengan mereka yang bahagia akan kesombongan karena kekuasaan yang dimilikinya? Apakah hal tersebut termasuk kebahagiaan sejati? Tentu tidak. Mereka bahagia tetapi bukanlah kebahagian yang sejati, karena kebahagiaan duniawi hanya bahagia sesaat. 

Didalam kitab Kimiya'u Saadah karya Imam Al-Ghazali yang ditulis menjelang akhir hayatnya (499 AH/1105 M). Tokoh Sunni tersebut memaparkan arti kebahagiaan sejati atau kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan sejati ala Imam Al-Ghazali yakni mempunyai tingkatan, yaitu: mengenal diri sendiri, mengenal Allah, mengenal dunia dan akhirat, serta melaksanakan ibadah mahdhoh dan ghairu mahdhoh. Nah, dari tingkatan itulah seorang muslim akan semakin dekat dengan Sang Pencipta serta mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Mengenal Diri Sendiri

Ketika kita telah mengenal diri sendiri dengan menyadari bahwa diri ini terdiri dari jasad dan hati atau ruh. Hati yang dimaksud disini bukanlah segumpal daging terletak di dada kiri, melainkan tuan yang mengendalikan semua hal dalam diri setiap manusia. Dengan pengetahuan tentang wujud serta sifat sifatnya inilah yang menjadi kunci mengenal Tuhan. Kemudian semakin kita mengenal diri kita sendiri, maka kita akan lebih sering muhasabah dan menyadari keterbatasan sifat yang ada pada diri kita yang tak lain kita hanya makhluk yang bukan apa-apa tanpa Sang Pencipta.

Mengenal Allah

Berikutnya, ketika kita mampu mengenal diri kita maka kita akan bisa mengenal Tuhan. Seperti halnya kita sadar bahwa kita diciptakan oleh Tuhan, Allah yang memiliki seluruh alam semesta ini, Allah yang menciptakan apa apa yang terdapat di dunia ataupun angkasa. Dengan begitu mampu membuat kita sadar bahwa kita bukanlah apa apa, tidak ada yang patut dibanggakan oleh diri ini. namun kita harus tetap memaksimalkan diri ini untuk beribadah kepada-Nya. Karena apa, pada dasarnya sifat manusia ialah fitrah, dari fitrah itulah yang merupakan sifat atau watak manusia yang alami. Fitrah berasal serta memiliki hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga ada bagian yang lebih dalam di dalam diri yang mengenal Tuhan dan secara alami kita ditarik kembali ke pengetahuan tersebut. 

Mengenal Dunia dan Akhirat

Setelah mengenal diri sendiri dan Sang Pencipta alam semesta beserta isinya, seseorang akan mulai tersadar bahwa kehidupan serta segala apa yang ada di dunia ini sementara. Seorang muslim yang telah menyadari bahwa duniawi hanya sementara, maka orientasi kehidupannya akan bertujuan pada kebahagiaan akhirat. Nah, inilah yang dinamakan mengenal dunia dan akhirat. 

Melaksanakan Ibadah 

Dan setelah proses pengenalan-pengenalan hal tersebut, maka sampailah seseorang pada orientasi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sehingga sampailah pada titik tiada kebahagiaan selain lebih dekat dengan Allah. Bagaimana menjadi seseorang yang dekat dengan Allah? yakni dengan semakin istiqomah beribadah kepada-Nya. Baik istiqomah ibadah mahdhoh (seperti Sholat Wajib) maupun ghairu mahdhoh (seperti Sedekah).

Jadi, saat sudah mampu mengenal diri sendiri maka apapun yang kita lakukan bisa membawa kita pada kebahagiaan. Karena dengan mengenal diri maka kita semakin mengenal Allah dengan selalu mengingat-Nya dalam segala hembusan nafas pada setiap aktivitas keseharian. Seperti firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Ar-Ra'ad ayat 28.

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوب

Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah... 


Oleh: Juwita Nisa Anggraeni (Mahasiswi Prodi Tasawuf dan Psikoterapi Angkatan 2019)