Dialog Introtaksi Paradigma Material dan Paradigma Spiritual

Dialog Introtaksi Paradigma Material dan Paradigma Spiritual

“Semakin banyak materi yang dimiiliki maka akan semakin baik pula kehidupannya”. Asumsi semacam ini telah mengakar disebagian besar masyarakat di dunia ini seolah-olah materi adalah tolak ukur dari segala hal. Namun, nyatanya hal ini tak sepenuhnya benar, banyak orang yang berkecukupan bahkan berkelebihan secara materi namun kehihidupnya masih diselimuti kekacauan, banyak negara maju secara materi namun masih banyak ditemukan kasus bunuh diri, bullying, pembunuhan dll.  Jepang dan Korea misalnya. Jadi apakah kekurangan materi lebih baik dari berkelebihan materi? Itu belum tentu., karena ada  juga yang bunuh diri dan membunuh karena materi. Lalu bagaimana agar kehidupan menjadi baik dan bermakna? Hal ini, berkaitan dengan paradigma yang digunakan dalam menjalani kehidupan.

Dalam menajalani kehidupan didunia ini, setidaknya manusia menggunakan satu paradigma. Lalu apa tu paradigma ? Dalam acara dialog introtaksi HMJ TP UIN Walisongo dengan tema model dunia material dan spiritual Siti Roadlatul Jannah anngota PCI (Pure Consciouness Indonesia) selalu pemateri memaparkan bahwa “Paradigma adalah suatu himpunan asumsi, gagasan, pengertian dan nilai yang menetapkan aturan-aturan tentang apa yang relavan dan tidak relavan, sah dan tidak sah dan praktik apa yang diterima”. Dalam acara ini sendiri dipaparkan dua paradigma , yaitu paradigma material dan paradigma spiritual. contoh yang dikemukakan sebelumnya merupakan implementasi dari paradigma material, yaitu suatu paradigma yang dibangun atas pandangan mengenai hukum-hukum material//mekanis//dualistik (kausalitas). Paradigma ini memandang bahwa semua kejadian dikehidupan ini berjalan dalam hukum kaualitas, kehidupan layaknya diprogram akibat C terjadi pasti karena sebab A dan B, ada pelaku dan ada juga korban. Dalam menghadapi suatu masalah biasanya orang-orang yang mengimplementasikan paradigma ini, menempatkan dirinya sebagai korban. Misalnya si B membuka suatu usaha penjualan didekat usaha si A, dan pada suatu hari usaha si A mengalami penurunan penjualan yang mana menyebabkannya jatuh sakit, Lalu si A menyatakan bahwa dia adalah korban dari tindakan yang dilakukan si B , penjualannya turun dan ia sakit karena si B. Seseorang melakukan bunuh diri karena merasa tidak dicintai, seseorang melakukan pembunuhan karena disakiti dan banyak masalah lainnya yang dibangun atas pandangan pelaku dan korban. Sementara itu, dalam paradigma spiritual tidak dikenal dengan istilah korban dan pelaku karena paradigma ini dibangun atas pandangan mengenai hukum-hukum organis yang mana memandang manusai sebagai makhluk organis yang memiliki kebebasan dalam menentukkan pilihan. Semua yang terjadi dalam kehidupan merupakan pilihan kita, semua hal yang terjadi di kehidupan kita merupakan aktualisasi dari pengaksesan energi medan potensial (medan penarik) yang kita pilih. Misalnya bila dalam paradigma material si A mengalami sakit karena si B maka dalam paradigma ini, si A tidak langsung menyatakan bahwa masalahnya timbul karena perilaku atau tindakan si B. Dalam paradigma ini si A menyadari bahwa masalah tersebut terjadi karena kesalahannya dalam mengakses medan potensial. Ia sakit karena mengakses medan potensial kemarahan sehingga teraktuallah kemarahan yang dapat menyakiti jiwa dan berdampak pada fisiknya. Dalam paradigma ini berbagai permasalahan timbul karena satu kesalahan, yang mana kesalahan ini dikarenakan diri memilih medan potensial yang lemah. 

Jadi ketika kita mengalami suatu masalah, janganlah memandang keluar namun pandanglah kedalam,  selamilah diri kita sendiri, kenalilah diri kita, sehingga kita dapat menemukan kesalahan kita yang menyebabkan terjadinya berbagai masalah. Akuilah kesalahan kita, terimalah kesalahan kita karena manusia tak luput dari kesalahan, pahamilah masalah kita sehingga kita dapat melampauinya dan naik serta berevolusi ketingkat yang lebih baik. Dengan permasalahan yang ada inilah jiwa kita dapat berevolusi. Bersyukurlah bila kita menemui suatu masalah karena hal itu merupakan kesempatan untuk lebih mengenal diri sendiri dan mengevolusikan jiwa sehingga dapat menarik medan potensial yang lebih kuat. Dengan begitu, kehidupan tidak akan terasa hambar dan kacau.

Siti aminatus mahmudah_ Mahasiswa tasawuf & psikoterapi 2019